Kenapa Sih Bos-bos Pada Nyalahin Gen Z Males Ketika Quiet Quitting?
Selamat pagi!
Akhir-akhir ini banyak yang ngomongin soal Quiet Quitting: fenomena baru di dalam dunia kerja yang notabene anak generasi Z sudah pada berkumpul di dunia kerja sehingga mereka menciptakan fenomena ini. Jadi, sederhananya Quiet Quitting ini adalah suatu tindakan dengan tujuan utama mendapatkan work-life balance di dunia kerja, tentunya Quiet Quitting adalah istilah baru yang menentang keras Hustle Culture.
Oke, mungkin kalian sudah mulai bingung...
Intinya, dulu di dunia kerja kan ada tuh istilah Hustle Culture: dimana budaya dalam suatu organisasi didesain 'gimana caranya nih karyawan gue mengabdi penuh di perusahaan gue sampe mleyot-mleyot mau mati dengan ngejual impian.'. Apa artinya? Artinya kalau kamu kerja keras = kamu akan pasti sukses. Itulah Hustle Culture.
Hustle Culture berbeda-beda di tiap perusahaan bahkan di tiap negara. Jika di Tiongkok, perusahaan-perusahaan besar terkenal dengan Hustle Culture yang sangat ekstrim, yakni budaya kerja 929 (dibaca: nine to nine) atau lu kerja dari jam 9 pagi sampai jam 9 malem. Mampus! Dan jika kalian tahu, budaya 929 ini dipopulerkan oleh konglomerat besar Jack Ma.
Hadeehh Jackk..Jackk
Tentunya, generasi Z yang terkenal sebagai generasi distruptor budaya dan tatanan dunia, sekarang kan dah pada kerja nih, langsung deh para bos-bos perusahaan itu pada bingung, sambat, dan menggila. Mereka menganggap generasi Z adalah generasi pemalas. Ya kali, Hustle Culture yang udah dibangun kuat-kuat dan membudaya di organisasi tersebut, dirusak sekejap mata oleh karyawan-karyawan baru yang dengan berani menolak job di luar kerja.
Hustle Culture ini sebenarnya gak jelek, itu sah-sah aja dan ada bagusnya, cuma kadang digunain ga semestinya, seolah lu harus jilat kaki bos lu biar lu "ada potensi sukses". Bahkan saya pernah melihat pengalaman dari orang-orang yang sudah bekerja di organisasi yang Hustle Culturenya ini sangat kuat banget, sebut saja Mas Ako (bukan nama yang sebenarnya).
Jadi, ceritanya Mas Ako ini ngambil cuti kerja. Artinya dia libur sepenuhnya dong? Tapi tiba-tiba dichat sama bossnya "Ako, saya tahu Anda sedang cuti kerja. Tapi meskipun begitu, handphone tidak boleh off. Tetap harus pantau grup. Saya harap Anda melakukan ini". Tentu saja Mas Ako kesal dan bingung "Lah gue kan cuti kerja??". Sampai akhirnya dengan lantang dan penuh percaya diri, Mas Ako menjawab:
"Maaf saya lagi cuti kerja. Jika Bapak tidak suka, silahkan pecat saya sekarang. Besok saya siap tidak berangkat ke kantor."
Bossnya langsung ciut karena mikir juga bakal susah oprec disaat organisasi lagi genting.
---
Fenomena Quiet Quitting yang terjadi di berbagai organisasi membuat para bos-bos itu kesal. Apalagi Quiet Quitting ini makin dipopulerkan oleh beberapa influencer dan lembaga-lembaga mental health. Makin menjadi-jadi! Sampai akhirnya banyak yang membicarakan jika generasi Z adalah generasi pemalas.
Padahal sebenarnya, bahkan generasi Z itu banyak yang belum tahu apa itu Quiet Quitting. Hmm. Apakah itu berarti Quiet Quitting ini adalah naluri dari para generasi Z untuk "wtf gue harus kerja mati-matian buat perusahaan lu? Apa? Kekeluargaan? Emang kalau gue mati, lu bakal ngadain 40 hari kematian gue? Paling lu juga cuma gimmick bela sungkawa habis itu besoknya submit loker di jobstreet sama LinkedIn."
Padahal ya, kenapa bos-bos itu marah-marah ya? Bukankah mereka juga melakukan hal yang serupa? Sebelum adanya Quiet Quitting, bukankah mereka juga secara tidak langsung jalanin Quiet Promotion? Artinya, perusahaan memberikan tanggung jawab yang lebih besar tanpa memberikan inisiatif atau upah yang lebih besar juga. Jadi sama aja, kesejahteraan sama tapi mumetnya bertambah.
Hei, bos-bos. Bukankah kalian begitu sebelumnya?
0 Komentar