Naiknya Pajak Bukan Karena Membludaknya Utang Negara


Menjelang akhir jabatan ke-presiden-an dan Road to Pemilu 2024, banyak penggiringan media terkait kritikan terhadap kebijakan pemerintah mengenai tingginya utang. Kita semua tahu, bahwa negara kita memiliki utang yang suangat buanyakk, meskipun masih dalam batas aman GDP suatu negara. 

Namun, yahh yang namanya konflik kepentingan dan kebetulan media menjadi sponsor akan hal itu, banyak yang mengatakan jika tingginya utang negara menyebabkan potensi kenaikan pajak di masa depan. 

Lalu, apakah benar jika tingginya pajak saat ini dikarenakan tingginya utang negara?


Utang Naik Karena Rendahnya Pendapatan Pajak


Di atas adalah gambar mengenai Tax Revenues dari berbagai negara. Saya melakukan highlight pada negara yang memiliki tingkat kesetaraan ekonomi yang sama dengan Indonesia. Kita bisa melihat tren dari pendapatan pajak bahwa Indonesia merupakan negara yang lebih kecil rasio pajaknya dibandingkan negara berkembang yang lain. 

Malah, tren terkait pendapatan pajak kita cenderung menurun dibandingkan negara lain, seperti misalnya Turki, India, dan Brazil. Supaya lebih jelas, lihatlah gambar di bawah ini. Gambar tersebut menunjukan tren penurunan pendapatan pajak kita dari rentang tahun 2010 hingga 2021.


Sementara itu, karena pendapatan pajak kita yang justru semakin kismin, maka alternatif lain ya berutang. Lah mau apa lagi? Instrumen pendapatan negara yang paling jos gandos itu kalau bukan pajak, ya utang. Pendapatan lain seperti dari BUMN, investasi cuan, dan dana hibah, itu hanya recehan aja dalam konteks APBN. Kurang lebih hanya menyumbang sekitar 2-5% aja. 

Lalu, mengapa pajak tidak digalakkan saja? Nah ini masalahnya. Kita tidak bisa sembarangan dalam menaikkan pajak. Lah, boro-boro menaikkan pajak, mencabut subsidi aja banyak yang protes kok! Secara kestabilan sosial dan politik, kebijakan menaikkan pajak sangat penuh menjadi pertimbangan.

Terlebih, kebanyakan sektor bisnis riil di Indonesia itu didominasi oleh pelaku UMKM dan usaha informal. Mereka ini tidak pernah setor pajak badan, PPN, hingga pajak restoran. Bayangin aja, warung pecel lele yang omsetnya sehari bisa jutaan, mereka tidak setor pajak sama sekali. Ya paling uang keamanan doang lah, itu pun tidak masuk ke kas negara. Belum lagi karyawan mereka juga tidak perlu setor PPh 21.

Jadi, apa yakin kita perlu menggalakkan pajak? Apakah siap bagi warung pecel lele, penyetan, ayam geprek, gule kambing, hingga pelaku usaha odong-odong itu ditagih pajaknya?

Kalau semua tidak mau ditodong pajak, lalu darimana pendapatan negara sedangkan kita juga perlu mengadakan banyak pembangunan? Ya jelas, berutang!
Ketika nanti ada politisi atau orang yang beroposisi dengan pemerintah dan mengkritik kebijakan utang, saya yakin orang itu kalau nanti menduduki kursi pemerintahan pun juga bakal menggunakan dua instrumen itu; pajak atau utang.

Jadi kalau Anda melihat baliho yang bertuliskan "Saya menang, maka BPJS gratis!". 
Yahh siap-siap aja. Bakal ada 3 kemungkinan; pajak naik, utang naik, atau BPJS gak jadi gratis. Kemungkinan adalah pilihan nomer 3. Toh, yang penting kan jadi pejabat duluan, masalah janji mahh nanti rakyat juga lupa~ 

bonus:


31 Komentar

  1. Kalau orang sini anggapan utang negara banyak pasti pajak akan naik, entah di bagian yang mana. Tinggal tunggu tanggal mainnya. Memilih pemimpin dengan janji berderet memang berisiko. Tapi sepertinya semua calon pemimpin menyiapkan janji mereka masing-masing. Semoga siapapun yang jadi pemimpin, akan membawa kebaikan dan kesejahteraan secara merata.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau dari aku cara memilih pemimpin itu dilihat dari janji mereka mana yang menguntungkan kita. Lalu kedua, dari janji yang menguntungkan kita itu apa aja konsekuensinya? Apakah jangan-jangan konsekuensinya itu merugikan kita juga? Nah kayak gini perlu dianalisa nih

      Hapus
  2. Pajak adalah bagian dari instrumen pendapatan pajak. Negara yang maju dicirikan dengan rakyatnya yang taat membayar pajak.

    BalasHapus
  3. Tapi bukankah ekonomi kita juga timpang? Kenapa tidak menaikkan pajak untuk para crazy rich yang menguasai sebagian kekayaan di Indonesia? Para pejabat dengan tunjangan puluhan juta per bulan bagaimana kabarnya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tidak bisa semudah itu. Para Crazy Rich bagi pemerintah juga ada bagusnya, mereka membantu pemerintah untuk mengurangi angka pengangguran dan meningkatkan investasi negara. Di sisi lain, sama kayak bisnis, negara itu juga punya "saingan" dalam hal perpajakan, salah satunya Singapura. Kalau pajak di Singapura lebih "ramah" sama Crazy Rich, maka mereka akan berbondong-bondong pindah ke Singapura buat bangun bisnisnya, otomatis kita ga dapet penyerapan tenaga kerja dan malah semakin merugikan kita.

      Btw thank you, gara gara ini saya jadi punya ide nulis buat bahas ini :D

      Hapus
  4. kalo ngeliat pajak di negara lain ada yg pajaknya tinggi banget tapi semua fasilitas udah dicover sama negara, jadi rakyat tinggal menikmati. yang pasti sebagai negara berkembang, urusan pajak dan utang negara di Indonesia masih sangat jadi PR jangka panjang yang harus segera dibenahi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya di negara lain yang pajaknya selangit memang apa-apa udah dicover sama negara. Namun, hal seperti itu tidak bisa dengan mentah-mentah diterapkan di negara kita karena memang beda kulturasi maka beda juga kebijakan yang harus dibuat.
      Yap, utang dan perpajakan memang menjadi PR panjang bagi pemerintah.

      Hapus
  5. Jangankan warung pecel lele, selebgram/influencer aja penghasilannya gede banget tapi gak bayar pajak. Makanya waktu itu ada isu klo selebgram mau dikenai pajak yah? Bagus artikelnya, menambah wawasan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Harusnya gitu ya kak, disuruh bayar pajak biar bisa menggantikan rakyat kecil yang disuruh bayar pajak.

      Hapus
    2. Sekarang memang lagi dirancang buat pekerjaan selebgram dan influencer harus bayar pajak. Bikin "how-to"nya yang susah memang karena untuk mengukur penghasilan mereka juga tricky.

      Hapus
  6. Utang dan Pajak di Indonesia ini memang menjadi PR pemerintah yang tentu saja penyelesaiannya akan lama. Apalagi kalau masih banyak yang korupsi, rakyat kecil bayar pajak eh yang di atas malah korupsi :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya juga prihatin sih kalau ini. Tapi kembali ke quote "pemerintah adalah representasi dari rakyatnya". Kalau yang di atas banyak korupsi, bisa jadi rakyat kecil juga hobinya korupsi.

      Ini pernah aku bahas di https://www.marioandaru.com/2023/11/jika-korupsi-adalah-budaya-maka-baju.html

      Hapus
  7. Selama pemerintahan bisa tegas dengan konflik korupsi yang sejauh ini tampaknya masih berpotensi untuk terjadi lagi, ya, utang tetap naik dan pajak pun bermasalah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini pernah aku bahas juga di https://www.marioandaru.com/2023/11/jika-korupsi-adalah-budaya-maka-baju.html

      Hapus
  8. Kemajuan negara biasanya sih karena rakyat taat pajak, namun sayangnya rakyat Indonesia masih banyak yang belum berkecukupan (bisa makan aja udah syukur). Makanya pengurangan angka kemiskinan harusnya lebih digalakkan dan pemerataan pajak bisa disesuaikan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hmm, saya tidak yakin untuk menjawab ini. Pengurangan angka kemiskinan itu juga akan merugikan keberlanjutan partai yang mereka gak bisa mengeluarkan gagasan bagus. Kita tau sendiri, mau miskin, mau kaya, mau lulusan SD sama gelar professor, suara mereka sama-sama dihitung 1. Nah pertanyaannya: lebih gampang "promosi" ke orang miskin atau ke orang kaya?

      Hapus
  9. Aku tuh basically males nyari info masalah kebijakan negara begini, tapi artikel ini dibahas dengan bahasa yang ringan dan menyenangkan jadi nggak bosen bacanya. Makasih ya kak sudah menambah wawasanku.

    Kok bisa ya pendapatan pajak negara Indonesia ini rendah? Padahal aku termasuk taat bayar pajak deh rasanya. Btw, kalimat terakhirnya sangat mak jleb. "Masalah janji nanti rakyat juga lupa." Nyesek tapi kayaknya bener juga kalo dipikir...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Karena memang rasio pajak kita juga rendah. Kemarin ada perubahan metode penghitungan pajak penghasilan aja pada banyak yang heboh, padahal itu lebih menguntungkan masyarakat ekonomi menengah ke bawah, tapi yang ribut-ribut juga mereka. Apalagi kalau pajak dinaikin? Wah bakal kacau!

      Hapus
  10. kenapa pendapatan pajak kita bisa turun ya, mas? padahal saya lihat banyak orang kaya baru di tiktok heu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Orang kaya baru di Tiktok itu tidak dikenai pajak tambahan. Mereka hanya diwajibkan membayar pajak penghasilan yang penghasilannya itu pun masih self-assesment alias dapat dimanipulasi sesuka hati, padahal jadi "selebgram" di Tiktok termasuk "bisnis". Harusnya ada pajak tambahan

      Hapus
  11. Kalau aja pajaknya itu untuk yang pendapatannya setahun hitungan M/T atau ratusan juta persentasenya besar, maka bisa juga memungkinkan menutup biar gak ngutang. Apalagi buat yang suka pamer kekayaan ataupun isi dalam rumahnya di medsos, nah diuber dah tuh pajaknya hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sudah ada pajak penghasilan itu + pajak barang mewah.

      Hapus
  12. Seperti circle ya. Janji-janji yang diberikan oleh pemimpin juga pada dasarnya akan memutar anggaran yang ada. Entah itu manambah hutang, memangkas yang sudah ada, mengubah, dll. Intinya ya politik dan kepentingan :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makanya saya tidak percaya sama caleg yang ngomong "demi bangsa dan negara!". Padahal ya demi perutnya sendiri.

      Hapus
  13. Saya masih agak bingung juga sih Kak sebenarnya. Rasanya saat bekerja dulu, potongan pajak itu sudah lumayan wow menurut saya. Belum lagi pajak yang berkali-kali dikenakan ke masyarakat. Membeli barang kena pajak, makan di resto pun ada pajaknya. Tapi tetap saja permasalahan pendapatan negara pun tetap ada, bahkan koruptor pun semakin banyak dan berani. Pengaplikasiannya yang kurang tepat atau bagaimana ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pengaplikasian menurutku menyesuaikan kondisi masyarakat kita sendiri. Misalnya BPJS. Orang yang selalu rutin iuran ke BPJS justru kebanyakan orang orang yang sehat alias jarang BPJSnya dipake buat periksa. Di sisi lain, orang yang ugal-ugalan hidupnya dan miskin mental (punya hp, motor, beli rokok tiap hari, bahkan mobil tapi ngaku orang miskin) justru yang gak pernah bayar iuran asuransi sampai off. Giliran nanti kalau sakit, tiba tiba langsung daftar BPJS lagi. Biaya sakitnya sampai puluhan hingga ratusan juta. Siapa yang nanggung? Ya orang orang yang sehat dan rutin iuran tadi!

      Masalahnya orang yang sehat dan rutin iuran itu ga banyak. Boncos dong BPJS? Minta disuntik dong sama pemerintah? Akhirnya pendapatan yang harusnya bisa buat bangun infrastruktur dipake buat nambal kerugian BPJS gegara orang mental miskin ini

      Hapus
  14. Iya
    Pasti ada konsekuensi dari program gratisan dari pemerintah
    Sayangnya masyarakat belum melihat lebih dalam lagi setiap program yang dijanjikan

    BalasHapus
  15. Kalau masalah pajak ini emang agak tricky sih. Pengen dinaikin tapi banyak pertimbangan, kompleks banget. Gak dinaikin ya utang membengkak dll.

    BalasHapus
  16. sebetulnya saya kurang paham soal ekonomi negara, hanya tahu dan menganalisa dari berita saja. Tapi yang pasti kebijakan baru seperti yang di share diatas yang "Saya menang, maka BPJS gratis!" ini tricky sih ya. Karena kebijakan atau program baru pasti memotong kebijakan yang udah ada. misal, gratis ini itu pasti di ambil subsisdi ina dan inu.

    BalasHapus
  17. meskipun sudah pemilu, topik ini rada-rada ngerih yah pembahasan ini karena cukup sensitif. tapi bagus ko masyarakat jadi lebih tau terkait ini.

    BalasHapus

Gocicil Tokopedia
Gopaylater Ads