LG Mobile Tutup Karena Overpede, Padahal Cuanggihh!
Halo!
Banyak orang yang menganggap dirinya sudah inovatif, bahkan kreatif. Fenomena kayak gini sering banget aku temui di komunitas-komunitas startup. Ketika aku bertanya tentang business plan hingga seluk beluk startupnya, mayoritas founder akan klaim bahwa dirinya sudah menemukan cara kreatif dan inovatif untuk mewujudkan impiannya melalui startup yang dibangunnya itu. Tetapi anehnya, selang 1-2 tahun, atau bahkan lebih parahnya lagi dalam hitungan bulan, mereka menyatakan berhenti operasional secara tersirat "Yaa, untuk saat ini kita off dulu karena salah satu dari tim kami ada yang lagi KKN". Hadeehh... Padahal ya karena produknya enggak laku babarblas aja.
Tetapi setelah dipikir-pikir, siapa tahu produknya itu emang kreatif dan inovatif, mungkin produknya memang berbeda daripada kompetitornya, bahkan solusi atas permasalahannya sangat unik dan ditonjol-tonjolkan ketika presentasi pitch deck bagian Value Proposition. Cuma masalahnya, kreativitas dan inovatifnya itu inventif ga?
Hah? Apa maksudnya?
Maksudnya, produknya itu meskipun berbeda daripada yang lain, apakah bisa memberikan nilai tambah bagi customernya? Atau malah menjadikannya makin membebani?
Asal kreatif dan inovatif aja gak cukup. Kita harus inventif! Apalagi kata "inovatif/inovasi" disini kadang diistilahkan bolak-balik. Buat kalian yang belum mengerti apa perbedaan kreatif, inovatif, dan inventif atau yang belum membaca Monday Breakfast #5 bisa dibaca disini.
Kita akan membahas mengenai case study dari perusahaan elektronik raksasa di dunia, yang aku yakin kalian pasti udah tahu (kalau sampe gak tahu dah fix kalian selama ini hidup di bawah laut): LG Electronics!
LG dengan segala kreativitasnya, dia mampu menjadi perusahaan elektronik raksasa ketiga di dunia. Lalu untuk melebarkan sayapnya, LG merilis LG Mobile pada tahun 1997 dan LG mengeluarkan produk smartphone sebagai produk diversifikasinya pada tahun 2011. Tetapi sayang, tahun 2021, LG resmi tutup bisnis ponsel. Dia mengaku kalah bersaing dan mending mundur dari pasar industri smartphone. Lho, memang kenapa? Padahal LG sangat kreatif banget, lho! Banyak fitur-fitur "beda" dari LG dibandingkan kompetitornya. Bahkan fitur dynamic island ala iPhone pun bertahun-tahun sebelumnya sudah LG praktikkan meskipun yaahh tetep beda sih pada LG V10 dan LG V20.
LG pernah tercatat sebagai produsen yang memproduksi smartphone dengan layar kapasitif sensor pertama. Sayangnya, kebanyakan orang mengira yang menghadirkan fitur layar kapasitif pertama itu iPhone, padahal LG sudah melakukan itu lebih dulu pada produk LG Prada. Sama seperti peluncuran iPhone seri 11 keatas dengan menghadirkan fitur Ultra-Wide Camera, LG pun sudah lebih dulu hadir dengan fitur tersebut di LG G5, yang kini fitur itu menjadi fitur default pada industri smartphone mid-high yang memiliki lebih dari satu kamera belakang.
Sama seperti case Samsung, orang-orang banyak yang mengira bahwa produk smartphone dengan dual screen pertama adalah Samsung dengan Foldnya. Padahal, LG jauh-jauh sebelumnya sudah merilis smartphone dual screen pada LG Seri G8X dan LG Wings (yang ini malah layar lipat) dengan harga yang jauh lebih terjangkau.
Fitur-fitur LG keren banget! Bahkan sebelum iPhone dan Samsung nerapin itu, LG udah duluan nemu. Terutama pada LG Wings yang digadang-gadang bisa mengangkat pendapatan LG, dari target penjualan 2 Juta unit, tapi cuma laku 50 ribu unit doang. Pukpuk LG.
Sebenarnya apa yang terjadi sih?
Lg sangat kreatif, dia yang pertama kali bikin layar sentuh pada smartphone melalui LG Prada disaat yang lain belum nerapin itu. Teknologi ini sekarang sudah diadopsi oleh semua industri smartphone. Coba sebutin merk smartphone apa yang masih pakai layar warna kuning kalau dipencet bunyi "Ay iyaiya... I'm your little butterfly~".
Gak cuma itu, pada LG G7 ThinQ ada fitur signal yang menghubungkan smartphone dengan produk-produk elektronik seperti kulkas dan mesin cuci dari LG. Ini sangat kreatif! Waktu itu belum ada kompetitor yang meniru konsep LG ini. Tapi kenapa tidak laku? Yaa karena tidak berfaedah! Iya sih LG G7 ThinQ bisa menghubungkan dengan produk elektronik kayak mesin cuci, jadi bisa on/off mesin cuci lewat smartphone, tapi gak faedah! Karena apa? Karena bisanya di produk LG doangg!!
Akhirnya, siapa yang sukses dengan fitur signal ini? Lagi-lagi The Lord of Kagebunshin no Jutsu: Xiaomi. Bahkan saking suksesnya, kalau di suatu ruangan ada AC tapi gak ada remotenya, nanti akan ada satu orang yang akan nyelutuk "Yang hapenya Xiaomi, tolong dong nyalain ACnyaa~".
Usut punya usut, ternyata alasan LG gagal adalah karena ekosistemnya yang buruk. Oke lah dari sisi perusahaan LG sangatlah bagus, tapi bagaimana dengan pendukungnya? Berbeda dengan kompetitor yang lain yang turut mengembangkan ekosistem pihak ketiganya untuk saling bekerja sama memperbaiki smartphone agar dapat digunakan secara general, bukan automatisasi hanya dari merk LG doang! Seperti misal saat Apple meluncurkan iPod tanpa meluncurkan aplikasi iTunes Music Store yang deal kontrak dengan ratusan label rekaman, pasti Apple tidak sebesar sekarang. Udah 99,9999% dijamin gagal itu. Yang membuat iPod berhasil adalah karena selain problem solver, juga memberikan dukungan pihak ketiga dengan menghadirkan lagu-lagu yang komplit dari seluruh dunia.
Akhirnya? Apple bisa distrupsi industri musik sampai saat ini.
Belum lagi, produk LG dengan harga yang sangat selangit itu (untuk target konsumen mid-low) bahkan jika LG menargetkan konsumen mid-high, fitur seperti chipset atau prosesornya lebih rendah dibandingkan kompetitornya. Belum lagi LG juaraangg buangeet ngiklan, beda seperti Vivo dan Oppo yang dengan agresif marketingnya. Jadinya? Kreativitas LG tidak tersampaikan dengan baik. Bahkan banyak orang yang tidak tahu kalau LG pernah ngeluarin produk smartphone.
Kasus ini ngena banget di LG seri G5: suatu produk dari LG yang gebrakannya radikal banget. Jadi, LG mengeluarkan produk hp yang bagian bawah layarnya itu bisa dilepas-pasang alias modular smartphone. Tiap modul beda fungsi. Ada yang fungsinya untuk main game, ada juga yang fungsinya untuk produktivitas. Keren? Keren banget! Tapi realitanya gak keren alias malaahh tambah bikin pusiiiinnggggggg!
Intinya, LG sering buanget memproduksi fitur-fitur pertama yang kini menjadi fitur default pada industri smartphone, seperti layar sentuh, Ultra-Wide Camera, secondary display, dual screen, bahkan layar ultra lebar pada LG G2 yang sekarang sudah menjadi keharusan pada hp masa kini. Tetapi yang mempopulerkan itu justru para pesaingnya.
Hal ini dikarenakan LG lambat dalam evaluasi produknya. Wajar suatu produk yang pertama kali diluncurkan tidak sempurna, seperti iPhone atau Samsung juga dulu jauh dari kesempurnaan. Tapi bedanya, mereka sangat gercep. Diikuti oleh Xiaomi, Oppo, Vivo, Huawei, dengan segala uniknya, mereka gercep melakukan evaluasi dan memperbaiki produknya agar menjadi lebih sempurna. Itulah kenapa, fitur-fitur yang pertama kali LG yang buat, malah lebih dipopulerkan oleh para pesaingnya.
Kesimpulan
Kreatif itu gak cukup, inventif juga gak cukup, harus inovatif!
Jangan sembarangan klaim diri kita inovatif jika produkmu belum memberikan nilai yang tinggi bagi pelangganmu alias dipakai berulang kali secara masal bahkan sampai ditiru oleh kompetitor. Inilah bias para pebisnis, terutama pebisnis muda yang sering overpede, menganggap produknya inovatif, padahal yaa kreatif aja.
...tapi unfaedah.
Kalau boleh saran, mending gak usah mengejar-ngejar menjadi beda, menjadi unik, dan sebagai-bagainya. Cukup adopsi aja apa yang udah ada, adopsi aja kompetitor, lalu perbaiki kekurangannya, perbaiki kesalahannya. Itu sudah cukup kok!
Daripada kalian bikin metode baru, tapi malah jadi beban karena gak siap untuk research ribuan kali?
Udah pede produknya paling inovatif, survey ke 10 orang teman dan 9 dari mereka menilai produkmu bagus, pitching di depan publik bahwa 9 dari 10 orang telah menggunakan produk saya, pas diluncurin beneran, zonk.
Haduuhh.....
0 Komentar