The Sunk Cost Effect: Berhenti Bukan Berarti Menyerah

 

Suatu hari aku pernah pengin banget makan nasi bakar ketika sedang menempuh perkuliahan di Solo. Makan nasi bakar yang masih panas-panasnya itu sembari minum es teh manis kayaknya enak. Karena desakan perkuliahan yang banyak tugas dengan deadline mepet dan membuat kepala cenderung mumet, maka "keinginan" akan nasi bakar tersebut ditunda. Aku tahan-tahan....

Sampai akhirnya, selepas ujian perkuliahan berakhir, aku pengin merayakan itu dengan makan geden nasi bakar. Malam itu aku langsung caw ke tempat nasi bakar langganan di Solo. Sepanjang perjalanan, udah kebayang-bayang tuh kalau aku mau pesen nasi bakar paket komplit yang paling mahal disitu. Tapi setelah sampai ditempat....... "Aaarrrrgggghhhhhh!!" Tempatnya tutup!

Karena udah terlanjur pengeeeeenn banget, maka aku pergi ke tempat lain. Sesampainya di tempat; tutup juga!

Cari tempat lain! Eh ternyata juga tutup! Mengapa nasi bakar di dunia inii tutup semuaaa???

Malam itu, aku memutari segala penjuru Kota Solo untuk nyari nasi bakar, tapi tidak juga ditemukan. Entah kenapa segala tempat tutup, tidak ada yang buka. Bensin sudah mau habis, gerimis sudah datang. Aku terpaksa pulang karena tidak membawa mantol.

Sesampainya di kosan, aku kelaparan. Masih pengin nasi bakaarrrr!

Akhirnya, aku cek di GoFood, hmm ternyata ada yang buka, tapi tempatnya jauh dan harus beli banyak untuk dapat kode promo.

Aku berpikir "Hmm, sepertinya tidak masalah beli banyak, toh bisa aku makan buat besok pagi"

Ternyata..... Untuk menggunakan kode promo harus aktif GoPaylater, AAHHH!!

Akhirnya aku tetap membelinya, dengan harga yang jauh lebih mahal karena kena charge cuaca hujan (jadi di GoFood harga lebih mahal kalau cuacanya hujan, gitu deh).

Sesampainya makanan di kos, aku langsung makan dengan lahap. Setelah itu aku berpikir "Buat dapet satu nasi bakar ini, effort yang harus kukeluarkan gede juga ya?"

Saat itu, aku baru sadar kalau aku terkena; Sunk Cost Fallacy atau Sunk Cost Effect.

***

 

Istilah Sunk Cost Effect bukanlah barang baru. Biasanya, istilah ini dipakai dalam dunia bisnis, dan memang lebih sering terjadi dan efeknya lebih berbahaya jika ada di dunia bisnis. Sunk Cost Effect sederhananya adalah keadaan dimana seseorang terus melanjutkan kegiatan karena sudah terlanjur banyak yang diinvestasikan (dan tidak dapat ditarik kembali).

Contohnya kayak pengalamanku tadi, seputar mau beli nasi bakar, tapi harus menghabiskan bensin lebih banyak daripada yang seharusnya, itupun belum mendapatkan nasi bakar. Perlu banyak resource yang harus dikeluarkan demi mendapatkan item nasi bakar yang..... itu tidak seworth it harga yang sudah kita keluarkan.

Yah, karena ini pengalaman pribadi, efeknya cuma ke diri sendiri aja. Tapi bisa bayangin gimana kalau pemimpin sebuah perusahaan mengalami Sunk Cost Effect? Misalnya kayak udah terlanjur bikin sistem teknologi sedemikian rupa, menghabiskan waktu dan modal yang gak sedikit, ehh tapi tidak laku, atau sistemnya emang jelek aja jadi tidak fit-to-market. Akhirnya? Melakukan pemasaran besar-besaran, keluarin duit lagi. Setelah melakukan pemasaran, masih tidak ada user yang kembali dua kali. Istilahnya, user pakai aplikasimu cuma karena promo, bukan karena memang dia butuh.

Kecewa? Pasti. Tapi bagaimana lagi? Efeknya apa kalau setelah ini? Hanya ada dua kemungkinan; perusahaan itu akan mencari utang dan lari cepet untuk menutup kerugian selama ini, atau PHK karyawan.

Jadi, tidak usah heran kalau baru-baru ini banyak yang mem-PHK karyawan. Lha wong produknya banyak yang tidak fit, tapi dipaksain untuk fit.

***

 

Aku punya case unik soal Sunk Cost ini, kita lanjut saja di Part II; Sunk Cost pada startup pertanian yang sempat dipuji-puji presiden! Siapakah itu? Hmmm

 

5 Komentar

  1. Ooh..jadi yg seperti itu istilahnya Sunk Cost Effect ya.. Aku pernah juga sih mengalami dan berakhir dg kecewa karena merasa hasil akhirnya nggak senikmat yg kubayangkan sebelumnya..hehe..

    BalasHapus
  2. Wahh inisih di Indonesia banyak proyek macam ni hehehe. Tapi berarti dalam bisnis skala besar, untuk menghindari adanya Sunk Cost Effect ini perlu yang namanya riset yang mendalam terhadap suatu hal baik perencanaan produk maupun strategi pemasaran, karena memang dampaknya bisa sangat merugikan.

    BalasHapus
  3. Wah, siapa ya startup company yang dimaksud? hehehe Tapi sepertinya sunk cost effect ini banyak terjadi karena persaingan bisnis yang semakin ketat dengan proses yang semakin cepat ya. Jadi kadang perusahaan berinvestasi pada satu teknologi atau proses yang bahkan belum dikaji secara detail tentang cocok atau tidak untuk digunakan. Akhirnya banyak yang sia-sia tapi sayang juga jika dibuang begitu saja.

    BalasHapus
  4. Ah, dalam hidup itu suka ada kejadian tak terduga seperti ini yaa..
    Dan aku baru memahami, kalau dalam ilmu ekonomi dinamakan Sunk Cost Effect.
    Senang sekali bisa membaca artikel ini.

    Aku punya pengalaman juga terkait Sunk Cost Effect.
    Sepele sii.. tapi bener, tetep ujung-ujungnya aku merugi. Kaya sekedar masak dengan bahan makanan yang jelas-jelas uda gak bagus kualitasnya. beneran aja, setelah masakan jadi, selain gak ada yang mau makan, rasanya juga memang jadi aneh.

    Kenapa kudu memaksakan hal yang jelas-jelas bikin merugi yaa..?
    Tapi itu pilihan beneran sulit sii.. merugi semakin besar atau hanya merugi sedikit, tapi tanpa tau hasilnya kemudian.

    Hayoloo...

    BalasHapus
  5. Keren kak penjelasannya pake story telling dlu, jadi bisa langsung dipahami konteksnya.

    BalasHapus

Gocicil Tokopedia
Gopaylater Ads