Jika Korupsi Adalah Budaya, Maka Baju Tahanan KPK Adalah Hasil Budaya

Ada sebuah hipotesis yang menjadi penemuan terlarang meskipun penemuan tersebut dinilai benar, yakni Grease The Wheel. Hipotesis ini ditemukan oleh Paolo Mauro di dalam sebuah karya ilmiahnya yang berjudul "Corruption and Growth"

Bapak Mauro ini bilang:

Eh bro, ternyata yahh korupsi itu dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi di suatu negara loh!"

Bapak Mauro punya kesimpulan jika kita memberikan "uang rokok" ke pegawai birokrat, maka urusan kita akan dipercepat, dan jika ada "uang rokok", maka si pegawai birokrat akan lebih tertarik dan giat bekerja. Maka secara tidak langsung, kita bisa menyatakan bahwa praktik korupsi dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Kita semua sudah tahu jika ingin negaranya maju, maka hal yang perlu dilakukan adalah salah satunya kurangi praktik korupsi. Namun, ada yang namanya anomali. Anomali ini dapat menggeser anggapan bahwa negara dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat tidak harus menjadi negara maju. Hal ini bisa dibilang logis. Karena toh buat apa menjadi negara maju? Toh yang penting saya hari ini bisa foya-foya dan mirror selfie pake iphon?

Itu berarti, apakah saya setuju dengan adanya praktik korupsi? Oh untuk saat ini tentu saja tidak. Saya pun yakin Anda yang membaca ini juga menyatakan tidak setuju dengan adanya praktik korupsi. Tapi, saya juga yakin bahwa meskipun Anda tidak setuju dengan adanya praktik korupsi, Anda telah melakukan praktik korupsi tanpa Anda sadari. 

Misal, ketika ada aparat minta jatah "uang rokok", maka kita meng-iya-kan dan ngasih "uang rokok" agar urusannya tidak semakin panjang, atau jika Anda seorang pengusaha proyek pemerintahan, pastilah saya yakin Anda ngasih "uang terima kasih" agar Anda menang tender kan? Hal seperti inilah yang membuat praktik korupsi tetap eksis di negeri ini. 

Jadi, mengapa kita masih malu untuk mengakui jika korupsi telah menjadi budaya kita?


Korupsi Telah Menjadi Budaya

Saya sangat yakin, mahasiswa yang sering berdemo dan menyuarakan aksi untuk menolak praktik korupsi adalah karena mereka belum merasakan menjadi pejabat aja. Saya sering melihat kok, banyak teman sepermahasiswa-an saya yang ikut demo, ikut forum pemuda, kritik pemerintah sana-sini terkait kasus korupsi pun juga ternyata waktu bikin tugas kuliah dan ujian, ujungnya cheating juga.

Sudahlah akui saja. Sebenarnya kita sebagai masyarakat pun punya potensi untuk menjadi korup kok, cuma karena enggak ada kesempatan aja. Ditambah, tidak kelihatan dan tidak memegang jabatan tertentu.

Kita ambil contoh, banyak dari kita yang nembak buat bikin SIM. Orang-orang yang demo menolak korupsi itu, kalau jalan sama ayang pake motor apa yakin SIMnya bukan hasil nembak? Lalu, apakah betul ketika di organisasi kampus tidak pernah mark up dan nilep duit? 

Oke baiklah, mungkin tidak pernah mark up atau nilep duit. Tapi kalau bikin SPJ palsu gimana? Itu lhoo yang isinya fake bullshit semua. Iya ada kegiatan, tapi gak berlebihan sampai situ ah kayaknya.

Di dalam lembaga pendidikan, yang katanya pencegahan korupsi adalah dimulai dari pendidikan saja keadaannya seperti ini. Lalu, saya, Anda, dan kita semua, berharap semua masyarakat Indonesia untuk meneriaki "katakan tidak pada korupsi"? 

Tidak usah jauh-jauh, jualan kaki lima di jalan dan bayar uang preman aja sudah dianggap korup. Bikin rumah di belantaran sungai dan bayar uang keamanan pun juga sudah korup. Sejak kapan tempat publik menjadi legal untuk individu? Lalu ketika digusur, kita semua meneriaki "atas nama kemiskinan dan kemanusiaan". Lah, sejak kapan atas nama kemiskinan dan kemanusiaan bisa menjadi sah untuk bertindak korup?

Lalu ketika ada kecelakaan di jalan, atau suatu bencana. Bukankah kita sering melihat warga sekitar kejadian sibuk menjarah daripada menolongnya? Kemana suara kita ketika ada masyarakat yang mengatasnamakan kemiskinan ini sibuk mengambil sesuatu yang bukan haknya? Terus mengapa kita melarang pejabat korupsi? Lha mbok biarkan, seperti kita membiarkan warga menjarah korban bencana.

Dari sini sudah terlihat, korupsi tidak ada hubungannya dengan status ekonomi, pendidikan, dan tingkat religiusitas seseorang. Korupsi sudah melekat menjadi budaya kita, dan tanpa kita sadari sudah sering melakukannya. Masyarakat yang meneriaki pejabat korup, toh karena mereka bukan peduli atas praktik korupsi, tapi karena enggak kebagian aja.

Orang-orang yang dulu menjadi aktivis pada era sebelum reformasi (yang kebetulan menyandang status mahasiswa) juga sangat aktif mengkritisi pemerintah, termasuk pada topik korupsi. Tetapi sekarang, aktivis legenda yang telah merasakan kursi pejabat; dimanakah ia ketika ada korupsi di depan matanya? Atau malah... menjadi bagian dari koruptor itu sendiri?

Sungguh kita itu naif. 

Oleh karena itu, mengapa tidak kita akui saja jika korupsi adalah budaya? Itu berarti, baju tahanan KPK adalah produk hasil dan warisan budaya tertinggi yang sepatutnya kita daftarkan ke UNESCO untuk klaim budaya kita. Lhoh, katanya kita harus bangga sama budaya kita sendiri?

Jika Anda adalah seorang pejabat yang kebetulan membaca ini (tetapi kemungkinan gak mungkin juga sih), lalu Anda dikritik habis-habisan oleh mahasiswa, atau masyarakat tertentu. Saran saya, tetaplah tenang. Tunggulah kritik untuk mereda. Setelah mereda, dekati "kepala suku"nya, lalu berilah ia jabatan. Saya yakin, jika dia mau menerimanya, maka tidak lama kemudian, dia akan menjadi teman Anda untuk bertindak korup juga.


Salam!




bonus:



28 Komentar

  1. Korupsi itu sesimple ngeprint file pribadi di kantor. Jadi inget dulu teman kerja ngeprint file pribadi di kantor trus dia dengan bangganya bilang klo bawa kertas sendiri, Lah itu tinta printer apa kabar? Padahal tinta printer juga mahal. Emang budaya korupsi susah dibasmi, harus dimulai dari menyadari hal yg kecil.

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah ini sih banyak. tapi saya kurang tahu bagian ini, soalnya ada juga kantor yang memang memberikan hak ke keryawannya kalau mau ngeprint di kantor.

      Hapus
  2. Kalo ngomongin soal korupsi di negara sendiri kayaknya ibarat dua sisi mata uang. beberapa pihak memang ingin korupsi itu diberantas sampe ke akar2nya, tapi di satu pihak lain ada yg 'menganggap' korupsi itu 'bagian dari kehidupan sehari' yg 'masih sulit lepas'

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pemerintah itu cerminan dari rakyatnya. Kalau pemerintahnya gemar korupsi, begitupun rakyatnya.

      Hapus
  3. Aih, koq judulnya serem ya. Baca artikelnya malah makin serem. MEmang begitulah kenyataannya.

    BalasHapus
  4. Well, sebenernya emang butuh perubahan sampai lingkup terkecil. Minimal beneran ditindak. Lah sekarang kaya dinormalisasi dan udah jadi sistem.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kembali lagi, bang. Pemerintah itu cerminan dari rakyatnya.

      Hapus
  5. Budaya memang berangkat dari kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus ya mas
    Tapi kok ya sedih kalau dibilang korupsi adalah budaya karena sering dilakukan ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Realita memang tidak peduli dengan perasaan kita

      Hapus
  6. Sekarang layanan masyakarat di daftarkan menggunakan aplikasi sehingga meminimalisir adanya uang rokok

    BalasHapus
  7. pandangan Mas Mario bener juga, mahasiswa demo sana sini, tapi pas ada kegiatan kampus misalnya, dikit dikit "motong" dana acara. Bener juga karena mereka belum ngerasain duduk di "kursi panas", kursi panas ada enaknya, ada juga nggak enaknya, tapi dengan risiko ditanggung sendiri sendiri tentunya
    paling heran dari dulu kalau urus surat-surat di kantor pemerintahan, disuruh masukin duit misal 50 ribu ke berkasnya biar urusan lancar, busyet dah tuh pegawainya dapet saweran lumayan kan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ah, mahasiswa yang mark up uang UKT ke ortu, atau uang bidik misi malah dipake buat konsumtif juga banyak.

      Hapus
  8. Memberantas korupsi memang serumit itu ya. Ironi sih memang melihat orang-orang yang sering meneriakkan anti korupsi, tapi nyatanya jika ada kesempatan, tetap saja memanfaatkan keadaan. Mungkin kadang kita pun bisa menjadi bagian dari hal itu. Ikut terkena tekanan, akhirnya mengalah saja, dan memutuskan ikut arus. Contohnya seperti pedagang kecil yang harus menyetorkan uang ke pihak-pihak tertentu. Jika tidak membayar, maka tidak bisa berjualan. Mau melawan atau menolak tapi sendirian juga sulit.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah ini serba sulit. Jujur, saya pernah ada di posisi demikian. Terpaksa melakukan suap dan ikut andil dalam kegiatan korupsi karena yaahh saya sendirian terpaksa ikut arus. Makanya saya berani bilang bahwa rakyat juga sama bangsatnya ketika ngomong pemerintah itu sering korupsi.

      Hapus
  9. masyarakat terbilang punya potensi tapi gak ada peluangnya, karena gak kesorot, belom ketahuan, jabatannya gak mentereng, serta nominalnya mungkin kurang gede, ye gak sih? hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaak. Kanal berita akan menjadi terlalu membosankan jika menyorot korupsinya masyarakat yang nominalnya ga seberapa, tapi dilakukan hampir tiap hari.
      Outputnya sama sebenarnya, cuma karena "dicicil" jadi keliatan kecil aja.

      Hapus
  10. Saya tidak tahu harus berkomentar apa, mengingat sejak sekolah sudah dibiasakan mementingkan hasil dan akhirnya orang menghalalkan segala cara demi hasil tadi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mengenai ini akan aku bahas di topik selanjutnya. Tunggu yaa!

      Hapus
  11. Dulu juga beken istilah dana sunat. Dana yang harusnya sampai sekian, tetiba dipotong sana-sini bahkan oleh orang yang gak ada kontribusinya. Akhirnya dana itu sampai di tangan yang berhak hanya tinggal sedikit.

    BalasHapus
  12. Aku suka nih.. tulisannya sarkas, tapi kalok deep thinking, iya juga yaa..
    Sesimpel kita pernah pake barang kantor untuk kepentingan pribadi aja uda jadi korupsi yaa.. Kecuali kalo memang itu bagian dari fasilitas.

    Susah kalau uda mendarah daging.
    Rasanya malu uda bukan jadi hal yang penting ketika melakukan kesalahan.
    "Kan banyak orang yang kaya aku?" gitu kali yaa..

    Padahal banyak yang melakukan tuh blum tentu jadi standart kebenaran.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kita itu kebanyakan "budaya" yang disalahgunakan, tapi justru dilestarikan. Contohnya kayak buang sampah sembarangan "ahh, kan cuma aku doang ga ngaruh juga". Parahnya, yang ngomong gitu ada jutaan orang.

      Hapus
  13. Terlalu fakta, yang menohok, menampar, dan menjungkalkan. Karena memang faktanya korupsi itu budaya kita. Udah akui aja! Kalau ada pejabat korupsi? Udah jogetin aja! Ngapain diambil pusing.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lah ya bener juga! KPK aja sebagai institusi yang berjudul "PEMBERANTASAN KORUPSI" aja kesandung juga kok. Yakali kita yang bukan siape-siape ga bolehh?

      Hapus
  14. kalau boleh jujur kadang kita juga secara nggak sengaja mempraktikkan korupsi juga ya kayak ngeblog di jam kantpr atau ngeprint untuk urusan pribadi dengan fasilitas kantor. terima kasih atas tulisannya kak bisa jadi pengingat bagi kita untuk tetap berusaha jujur

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dari kegiatan tersimple sedari kita kecil aja udah memperlihatkan bagian dari korupsi; ngerjain PR matematika pas pelajaran bahasa indonesia.

      Hapus
  15. kata bang napi teh "kejahatan ada ketika ada kesempatan"

    BalasHapus

Gocicil Tokopedia
Gopaylater Ads