Sinetron Azab Indonesia Adalah Harapan Warga Kita

 


Halo warga!

Selamat mendapati rahmat Ramadhan bagi yang berpuasa, tidak berpuasa karena suatu halangan, dan seluruh non-peserta Ramadhan tapi ikutan war takjil dan bukber gratis karena ingin menikmati event yang penuh berkah ini. Kapan lagi belajar rukun iman dan rukun islam dengan ikhlas demi mendapati takjil dan makan gratis? Heuheuu~

Ngomongin soal per-sinema-an atau per-film-an di dunia, tidak hanya di tanah air, itu cukup unik. Di dalam dunia ekonomi bisnis, industri hiburan itu tidak bisa kita anggap remeh karena domino perekonomiannya itu besar alias industri hiburan adalah penggerak roda perekonomian negara paling efektif dan sustainable

Contohnya, film kartun Spongebob Squarepants, si busa kuning toxic yang suka ganggu tetangga itu, secara tidak langsung turut menyumbang perekonomian Amerika di bidang ekspor budaya. Loh kok bisa? Sekarang saya tanya kepada kalian, jujur ketika kalian pertama kali nonton Spongebob, apakah kalian penasaran rasanya Krabby Patty?


Gara-gara ada Krabby Patty ini, kalian jadi pengin tahu "bagaimana sih rasanya hamburger?". Banyak yang penasaran akan rasanya, yang secara tidak langsung akan menciptakan demand orang pengin makan burger. Lalu, bisa kalian lihat restoran mana yang gencar promosi burger? Yap betul! McDonalds!


McDonalds ini sebenarnya representasi dari Krusty Krab itu sendiri. Di negara asalnya, pangsa pasar McDonalds justru untuk orang-orang dengan perekonomian menengah ke bawah, persis pangsa pasarnya Krusty Krab. Tetapi bagaimana di Indonesia? McDonalds malah pangsa pasarnya untuk perekonomian menengah ke atas! Ironi? Yahh inilah kekuatan dari industri hiburan.

Kita ambil contoh yang lain. Apakah kalian tahu Ramen? Takoyaki? Onigiri? Matcha Tea? Bagaimana kalian bisa tahu makanan-makanan itu padahal itu makanan dari Jepang? Yap, semua berasal dari anime; Doraemon, Sinchan, Naruto, dan anime-anime terbaru yang lain.

Bagaimana dengan makanan luar negeri yang menjadi tren akhir-akhir ini? Ramyeon? Saus Gochujang? Tteokbokki? Mengenal nama nama ini? 

Inilah kekuatan besar dari industri hiburan. Tidak hanya mendapatkan penghasilan dari industri hiburan itu sendiri, tetapi juga melakukan trigger ke beberapa sektor yang lain, salah satunya budaya. Jadi, kata siapa kita tidak bisa ekspor budaya?


Sisi Gelap Dunia Perfilman

Saya pribadi punya pandangan bahwa penciptaan suatu produk itu mengikuti bagaimana selera pasar atau konsumen secara mayoritas. Apapun itu darimanapun sektornya. Misalkan industri fashion, yang paling laris di dalam sektor ini adalah penjualan produk kaos oblong yang bahannya adem. Semakin adem bahannya, semakin ia diburu pasar selama harganya masih affordable. Hal ini berbeda dengan besaran penjualan produk fashion di negara 4 musim, mereka lebih mencari bahan yang lebih tebal dan hangat; misal kaos polo. Mengapa bisa demikian? Karena di Indonesia, cuaca di sini cenderung panas sehingga kita mencari bahan kaos yang adem, beda sama negara 4 musim yang cenderung dingin sehingga mencari bahan kaos yang sedikit tebal dan hangat, kecuali pada waktu summer, bisa jadi kaos singlet Carl Johnson lebih disukai.

Konsep penciptaan produk yang mengikuti selera pasar ini juga terjadi pada dunia industri hiburan, khususnya perfilman. Kalau kalian mengamati, mengapa film Holywood cenderung berbau action dan rumah produksi sana berbondong-bondong bikin berbagai jenis superhero karena memang Amerika itu negara yang Supremacy atau superior. Jadi, film superhero mengingatkan ke para warganya "ini loh kita, negara superpower yang menjadi penyelamat semua orang!"

Oh ya, yang dimaksud superhero di sini bukan cuma orang yang bisa ngecrot api doang ya, tetapi bisa juga orang militer yang dibom berkali-kali ga mati, atau satu orang kuat yang melawan 1000 musuh tapi paling cuma kegores dikit doang di pipi itu pun ga ngaruh karena berasa cheat unlimited stamina.

Skenario ceritanya pun juga cuma gitu-gitu aja;

  1. Dunia lagi kacau, nanti Amerika penyelamatnya
  2. Ada orang yang harus diselamatkan, penyelamatnya Amerika
  3. Ada orang jahat yang kebangetan jahatnya, hanya Amerika yang bisa menghentikan penjahat ini
  4. Balas dendam, apapun itu, dan Amerika bisa melakukan balas dendam.

Lalu yang kedua, Amerika itu butuh sosok pahlawan. Sekarang, siapa pahlawan di Amerika yang setara dengan Gadjah Madanya Indonesia? Gak ada! Makanya bikin tokoh fiktif untuk melambangkan bahwa Amerika juga punya sosok pahlawan. Jadi, film Holywood selain karena memang cuan di bidang superhero ini gacor, juga karena memang orang Amerika membutuhkan sosok negara yang sangat superior dan besar, sekaligus ini promosi ke seluruh dunia kalau "ini loh, Amerika itu sebenar-benarnya pahlawan dunia!".

Ada lagi drakor. Kalian tahu kenapa drakor sering mengusung tema percintaan? Sesuai data, tingkat kekerasan rumah tangga di Korea itu tinggi sekali, bahkan ini belum menghitung tingkat kekerasan di luar rumah tangga alias pas masih masa pacaran. Orang-orang Korea sana justru banyak yang gagal dalam hal percintaannya. Terlebih, mereka "dipaksa" untuk meninggikan standar ketampanan dan kecantikan. 

Jadilah, drakor kebanyakan mengangkat drama percintaan, karena memang itulah yang diinginkan oleh warganya. Begitu juga dengan kartun duo bocil botak Upin dan Ipin. Kalian tahu kan Upin dan Ipin itu terlihat keberagamannya kental banget? Dari orang India hingga Chinese ada semua di Upin Ipin. Kenapa? Ya itu yang diinginkan oleh warganya; kerukunan dalam keberagaman! Diem-diem nih, Malaysia ada irinya juga sama kita yang bisa hidup sebegitu rukun (meskipun ada oknum yang aasldsakfbakjehbfj) mengingat keberagaman kita sangat luar biasa beragam.

Di India pun sama, bollywood itu lebih random lagi! Percintaan ada, orang kuat ada, kekayaan ada, lebih lengkap karena memang ketimpangan di India itu sangat luar biasa timpang! Orang India itu terkenal karena banyak yang menjadi tech-savvy di luar negeri, bahkan orang-orang Google didominasi oleh orang India. Tetapi, negaranya sendiri masih menjadi negara yang miskin dengan minimnya jamban dibandingkan jumlah hp yang dimiliki oleh warganya!

Pertanyaannya: bagaimana dengan Indonesia?

Di Indonesia, sinema yang paling laku bukanlah film-film top rated di bioskop! Penilai film itu cuma menilai film yang rilis di bioskop saja, coba kalau menilai dari seluruh film yang ada di Indonesia, sudah pasti top rated sesungguhnya adalah sinetron azab!


Jika Amerika memiliki film top rated tentang superhero, Korea tentang percintaan, Malaysia tentang kerukunan toleransinya, India dengan kerandomannya, Indonesia pun memiliki harapan tersendiri yang menjadikan sinetron azab itu menjadi top rated; berharap orang jahat itu kena azab!

Hal ini sangat ironi dan seharusnya perlu diperhatikan oleh pemerintah kita. Harapan "orang jahat harus kena azab" itu adalah pertanda bahwa masih jebloknya realisasi hukum di negeri ini! Berarti sebenarnya, banyak orang-orang jahat di sekitar kita yang itu lolos hukum sehingga kemana lagi kita harus berharap selain berdoa agar orang jahat itu kena azab?

Ada orang ngutang, pas ditagih, eh yang emosi malah yang ngutang. Dimaki-maki, dihina, sedangkan kalau kita adukan ini ke hukum paling cuma diketawain! 

Ada orang ketipu, lapor ke polisi, diketawain juga! Disuruh ikhlas, malah dikatain "besok lain kali hati-hati makanya biar gak ketipu!". Jujur, saya pernah ketipu dan ketika saya lapor ke polisi, yang ada sayanya diketawain kenapa bisa ketipu. Lah?! Harusnya kan ente menyelidiki "kenapa dia nipu dan memakan banyak korban?!" yang kemudian ditindak sebagai aparatur keamanan, bukan malah ngetawain korban!

Lalu, ketika hukum sudah sangat tumpul dan tidak bekerja lagi, kemana lagi kita berharap terhadap orang-orang jahat bin menyebalkan di sekitar ini? Para penipu, pengkhianat, pengutang, pencuri, dan orang-orang yang kebal hukum; antara hukumnya ga ada atau aparaturnya yang terlalu males ngurusin kejahatan kecil tapi berdampak besar ini; harus dibagaimanakan jika kita tidak berharap mereka kena azab?!

Tapi herannya yah, kenapa sinetron azab itu selalu syuting dengan cerita latar belakang masyarakat akar rumput yahh? Kok tidak ada gitu yang mengambil latar belakang sekolah SPP setara kredit motor per bulan itu. Oh iya, kan yang nonton tv juga kebanyakan dari kalangan kita-kita ini, kalau mereka yang di sana mah lagi nge-bullying kali?

Eh...

29 Komentar

  1. Sepakat banget dengan beberapa poin nya mas. Apalagi emang produk kebudayaan itu pada akhirnya akan mengikuti bagaimana selera pasar atau konsumen secara mayoritas dan itu juga yang akan membentuk kebudayaannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yes, betul. Jadi jangan serta merta kita menyalahkan acara tv yang aneh-aneh. Karena memang pasti acara tv itu mengikuti selera penonton. Jangan mengubah acara tv yang tidak mendidik, ubahlah masyarakatnya. Itulah mengapa, kita ini juga termasuk dalam sistem pendidikan itu sendiri.

      Hapus
  2. Iya juga ya kenapa Indonesia banyak sinetro azab karena berharap ada balasa untuk orang2 yang jahat seakan jawaban dari kalimat, "biar Tuhan yang balas!"

    BalasHapus
  3. Penduduk indonesia masih memegang teguh nilai-nilai relijius, sehingga film bertemakan agama seperti ini masih sangat laku di pasaran, cuman perlu selektif juga. Sekarang lagi ramai gerakan boikot film horor menyesatkan karena bukan membuat masyarakat mendapat edukasi dan hidayah malah jadi stigma negatif sama agama. Jadi film azab gini juga jangan sampai melewati batas, harus ada konsultan agama dalam pembuatan filmnya.

    BalasHapus
  4. Perspektifnya sangat menarik dan lebih mendalam daripada narasi yang pernah saya dengar di media sosial. Bisa dibilang, film di Indonesia benar-benar mengejawantahkan keinginan terdalam masyarakat kita tentang fenomena sosial di dalam negeri ini.

    BalasHapus
  5. Tulisan yang sungguh menarik. Entertainment/hiburan memang menjadi salah satu medium penyebaran kebudayaan. Amerika dengan superheronya, Korea dengan Drakornya, Jepang dengan Animenya. Perkembangan teknologi membuat pertukaran informasi menjadi lebih masif dan cepat, begitu juga dengan pertukaran kebudayaan.

    Ketika berbicara tentang Indonesia, tentu sungguh ironis melihat betapa selera dan trend masyarakat yang entah harus dibilang bagaimana.

    Namun, disaat bersamaa, saya juga bersyukur, dengan perkembangan teknologi, generasi muda ikut bersumbangsih membagikan pemikiran, membagikan pengaruh dan kebudayaan luhur bangsa ini. Masyarakat mulai lebih melek, lebih paham, lebih peka, meski dalam taraf yang minim. Husnudzon saya, positivitas itu terus berkembang, berdomino dan menghasilkan dampak nyata.

    Terima kasih banyak untuk tulisan yang sungguh luar biasa ini, Mas.

    BalasHapus
  6. Pandangan positif tentang sinetron Azab Indonesia memberikan harapan akan kualitas hiburan di televisi. Artikel ini memberikan sudut pandang yang menarik.

    BalasHapus
  7. Teringat dulu ada seoraqng teman yang peminat sinetron azab, katanya dia suka sinetron azab karena yang jahat pasti kena hukuman yang setimpal, walaupun di dunia nyata hal itu belum tentu pasti terjadi

    BalasHapus
  8. Jarang bahkan tidak pernah menonton sinetron, karena durasi yang lama. Harapannya sinetron makin kreatif dalam ide dan masuk akal alur ceritanya.

    BalasHapus
  9. Perspektif yang menarik. Tapi sebenernya itu semua mencerminkan keadaan masyarakatnya gak sih?

    BalasHapus
  10. Jujur.. sebagai orang yang beberapa kali berkecimpung dengan dunia persinetronan dan televisi..
    Mereka itu memproduksi seperti azab dan sabangsanya bukan karena gatau banyak yang mengkritisi kualitas tontonan tapi karena ada pasarnya

    Aku juga sebagai penulis skenario pernah memaksakan idealisme ku dan ternyata gabisa masuk. Pada akhirmya ada opsi lain seperti ott atau bioskop buat yg memilih tontonan yang bersesuaian dengan idealisme kita

    BalasHapus
  11. saya salfok sama gambar meme diatas, lucu banget sekaligus miris. sinetron azab banget ya wkwk. ngomongin sinteron saya juga jadi inget kalo ending sebuah sinetron bisa berubah sesua keinginan penontonnya haha. tema tulisan yang menarik btw. tfs

    BalasHapus
  12. sudut pandang unik yang sangat menarik, yang saya heran kenapa di negara kita ini selalu mengaitkan banyak hal dengan agama, di satu sisi film seperti ini bagus untuk mengingatkan manusia akan balasan yang akan diterima baik itu perbuatan baik dan buruk tapi di satu sisi pengemasannya yang kadang menurut saya kurang tepat dan seperti hanya satu pihak saja sudut pandangnya dan ceritanya lebih disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, jadi sepakat banget dengan beberapa poin yang disebutkan di atas

    BalasHapus
  13. Ngomongin persinetronan bisa jadi panjang sebab saya jadi ingat teman-teman penulis skenario dan diskusi bareng mereka yang bikin saya elus dada sambil geleng-geleng + mbatin "Dasar kapitalis!"

    BalasHapus
  14. Sinetron Azab itu judulnya suka over kadang-kadang sih. Pasti udah kebaca nanti yang jahat sadar di akhir dan pemeran utamanya banyak menderita sepanjang jalan cerita tapi akhirnya pasti ada akhir yang indah juga meski hanya di endingnya. Ya begitulah rata-rata alur ceritanya

    BalasHapus
  15. Saya sih gak sependapat bahwa sinema azab adalah bagian dari realisasi kritik hehehe. Tapi yang jelas bahwa sinema itu banyak memiliki peminat karena yang disuguhkan itu-itu aja. Tidak ada pembanding. Kalo dari segi plot 11-12 lah sama FTV yang fase ceritanya hanya berulang saja.

    BalasHapus
  16. Perspektif yang menarik soal Azab adalah sebagai imbas realitas kondisi hukum di negeri ini yang memang kurang berjalan sebagaimana fungsinya. Tapi kalau melihat secara utuh filmnya, saya kira sineasnya pun nggak kepikiran ke arah sana sih.

    Dan soal industri dibentuk memenuhi selera pasar, saya punya argumen terbalik. Selera pasar itu diciptakan. Membangun masyarakat salah satunya dari produk industri tontonan yang seharusnya bisa membangun budaya masyarakatnya.

    Selama yang disajikan itu-itu saja, ya penonton akan menonton yang ada.

    BalasHapus
  17. Setuju banget sih, memang masyarakat suka pula konsumsinya. Makin diminati pasar tentu makin laris manis dan terus banyak deh sinetron azab begitu ya.

    BalasHapus
  18. Intinya sih memang tayangan yang ada itu, bagian dari harapan masyarakat. Walau pada kenyataannya ya gak begitu. Cuma karena yg nonton di luar negara itu jadilah tampak bagus

    BalasHapus
  19. Wkwkwk ngakak pas baca scene azabnya. Mau sedih tapi ya faktanya memang sinetron yg bertemakan azab banyak disukai oleh masyarakat. Dan ya bisa jadi karena memang banyak yg sangsi dg hukuman di negeri ini jadi banyak yg berharap si jahat kena azab.

    BalasHapus
  20. hmm iyah juga sih ya, orang ketipu, lapor malah dinyinyir, ajaib sih emang :(
    kayaknya sih emang gitu ya sekarang sinetron azab ini jadi gambaran harapan banyak orang, yang jahat yang gak bisa diadili di dunia melalui hukum biar diadili aja langsung ama yang Maha Kuasa, tunai.

    BalasHapus
  21. Meski biasanya jalan ceritanya agak absurd, tapi sinetron azab memang bisa banget jadi pengingat buat orang-orang yang memiliki niat jahat ya, Kak.

    BalasHapus
  22. Sinetron ini tetap favorit sih, ngarajatin kebaikan, walaupun grapik dan cerita mya kadang suka ngakak wkwk

    BalasHapus
  23. Hmmmm ya juga sih yaaa, sayangnya sinetron2 azab2 itu kenapa gak nyampek ke mata pejabat korup, huhu. Namun semoga membawa hikmah buat semua biar gak kyk karakter2 di sinetron azab2 itu.

    BalasHapus
  24. Nah iya, bener juga ya, industri hiburan itu tidak hanya mendapatkan penghasilan dari industri hiburan itu sendiri, tetapi juga melakukan trigger ke beberapa sektor yang lain, salah satunya budaya. Bisa berpengaruh ke sektor lainnya yaa...

    BalasHapus
  25. Aku bacanya sambil manggut-manggut.
    Mau bilang kalau dunia drama atau sinetron yaa.. istilahnya di INdonesia, pasti sesuatu yang menghibur namun relate dengan kehidupan sehari-hari. Maka, selain azab, sinetron tema perselingkuhan begini paling banyak mengundang rating.

    Ironi.
    Tapi yah, namanya tontonan adalah sebuah ide, gagasan, seni dan pada akhirnya dikembalikan kembali kepada penonton untuk bisa mengambil makna yang tersirat.

    BalasHapus
  26. Sepertinya film-film yang laris di tiap negara memang menggambarkan karakter sebaliknya dari masyarakatnya. Seperi Drakor yg penuh keromantisan, itu adalah impian masyarakatnya yang pada kenyataannya tidak romantis. Film superhero Amerika menunjukkan karakter masyarakat Amerika yg tidak punya sosok pahlawan yang layak sesuai harapan mereka. Nah, sinema azab di Indonesia menunjukkan masyarakatnya yang berharap keadilan yang cepat untuk pelaku kejahatan, karena hukumnya sering tidak adil pada orang kecil.

    BalasHapus
  27. Duh jadi keinget dulu rebutan sama ibuk buat nonton film film di TV, sayangnya makin kesini filmnya makin tidak ramah anak-anak. Dulu sebelum film itu ada banyak banget film yang bagus untuk tumbuh kembang anak, apalagi ada saluran khusus terkait hal itu.

    BalasHapus
  28. Wah ini keren pengemasan ceritanya. Keren menyampaikan dg membandingkan dengan negara lain. Sampai aku manggut² tadi setuju dg apa yang di tulis hahaha

    BalasHapus

Gocicil Tokopedia
Gopaylater Ads