Estafet Kepemimpinan


Halo semuanya!

Kalau ngomongin pemimpin, biasanya orang langsung kebayang figur kharismatik yang bisa:

  • Ngomandoin satu ruangan,

  • Nyelesein target 3 tahun dalam 3 bulan,

  • Atau minimal bisa jadi headline koran: "CEO muda bawa startup ke unicorn!"

Tapi...
Tahan dulu.

Apakah ada yang nerusin misi lo?
Atau semua orang langsung "udah, bubar aja deh, capek juga ngikutin dia.”
Serem, kan?

Banyak literatur-literatur tentang kepemimpinan yang membicarakan mengenai arti sesungguhnya dari kata kepemimpinan itu sendiri. Dari literatur-literatur tersebut memberikan ke pencerahan bagi kita semua bahwa pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu mengelola organisasi tersebut dan membawa organisasi tersebut menuju grafik yang meningkat. Jika asumsikan pemimpin kelompok pramuka, maka yang baik jika kelompok tersebut bisa menjadi kelompok "pemenang" di perkemahan tersebut.

Yahh... ada benarnya

Tetapi menurutku, itu adalah artian "pemimpin yang baik" urutan terakhir.

Aku pernah berada di suatu organisasi yang suaanggaaatt padat. Aku ada di sebuah divisi dimana pimpinanku adalah seorang yang tegas, sat set sat set. Jika kamu benar, maka kamu dipuji. Sebaliknya jika kamu salah, maka ya cuma dinasihati tapi rodo galak. Suatu hal yang sangat adil dan lumrah. Enggak spaneng, masih suka becanda, masih suka membaur dengan kami-kami yang junior unyu-unyu. Tapi kalau membahas soal pekerjaan, maka saatnya serius! Suatu hal yang (sekali lagi) sangat lumrah, wajar, dan memang seharusnya begitu. Apakah kita menghormatinya? Tentu saja! Kita pun senang mendapatkan pimpinan seperti itu. Apakah divisi kami membaik daripada generasi sebelumnya? Tentu saja! Kami berhasil menjadi lebih baik.

Tapi, pada suatu hari, terjadi sebuah kecekcokan dengan divisi lain dalam organisasi tersebut. Rekan kerjaku mengalami masalah dengan salah seorang dari divisi lain. Sebenarnya, kalau diruntut pun rekan kerjakulah yang salah. Namun apa yang dilakukan pimpinan divisi adalah tidak mampu melindungi rekan kerjaku sendiri. Lebih tepatnya, malah turut menjatuhkan di depan divisi lain.

Yang terjadi selanjutnya adalah semua dari kami, termasuk diriku sendiri mengalami trust issue. Tidak lagi mempercayai pimpinan untuk menjadi "pelindung". Jangan-jangan selama ini memanglah hanya gimmick semata? Lalu apa yang terjadi selanjutnya? Kami-kami yang dari junior dan telah beranjak menjadi senior, tidak ada yang mau memegang estafet divisi kami yang berakhir penurunan drastis di generasi selanjutnya.

Berbeda ketika aku berada di suatu tempat yang lain, tempat yang lebih jauh.

Pemimpinku adalah seorang yang sangat tegas dan seorang taker-risk. Program kerja apapun dibabat, inovasinya ga main-main. Tiap hari ropat rapet ropat rapet, membahas tentang inovasi dan gebrakan-gebrakan gila. Tidak disiplin? Terlambat? Tidak sesuai deadline? Wah siap-siap aja kena semproooodddd. Banyak dari kami yang ghibah pimpinan, merasa kesal dengan segala keputusannya yang suangat menggebrak dan tidak waras.

Apakah organisasi tersebut sukses? Sangat sukses! Lebih baik daripada kepemimpinan sebelumnya meskipun banyak kontra. Lalu bagaimana dengan estafetnya? Tak terduga bahwa yang berminat untuk menjadi pemimpin selanjutnya di organisasi tersebut ada beberapa orang. Banyak! Bahkan dari mereka saling bersaing satu sama lain dengan sengit untuk menjadi lebih baik.

Kok bisa begitu?

Yahh, meskipun pimpinan sebelumnya adalah seorang yang sangat-sangat tegas, namun dia adalah "Sang Pelindung". Kami bahkan tidak merasakan adanya aura bahwa "ahh, dia pemimpinku.", tapi lebih tepatnya "aahh, dia orang tua, kakak, sahabat, sekaligus keluargaku.". Banyak yang terinspirasi oleh jejaknya yang membuat kepemimpinan tetap berjalan.

Tak terduganya lagi, usut punya usut ternyata pimpinan yang sangat tegas tersebut juga terinspirasi dari pimpinan sebelumnya, dimana dia juga hanya meneruskan estafet organisasi untuk menjadi lebih baik.

Kita sering terjebak dengan ilusi bahwa "pemimpin itu harus lebih kuat, lebih cepat, lebih cerdas."
Padahal yang lebih penting adalah:

  • Apakah lo bisa bikin orang lain peduli sama impian lo?

  • Apakah lo bisa ngajak orang lain merasa "punya" atas mimpi itu, bukan cuma "numpang lewat"?

Kalau gak ada yang mau melanjutkan apa yang lo bangun, berarti yang lo bangun itu bukan visi.
Masa lalu? Terbatas. Ada titik akhirnya, ada buku sejarahnya.
Masa depan? Enggak ada yang tau, bray!

"Seperti halnya track lari marathon tanpa ujung, kamu bisa lari sejauh apapun selama kakimu kuat."

Tapi siapa yang mau lari sendirian terus-terusan?
Kepemimpinan sejati itu bukan sekadar sendirian, tapi ngajarin banyak orang cara main, biar tim tetap hidup bahkan saat kapten lagi offside. 

Lalu, bagaimana cara untuk menjaga ini di masa depan?

Jawabannya ada di cara lo memperlakukan orang-orang di sekitarmu — dan juga diri sendiri. 

Kasih mereka ruang buat berkembang, kasih kepercayaan, kasih visi yang mereka juga bisa panggil "punya gue", maka mimpi lo akan terus jalan, bahkan saat lo udah gak ada di ruangan itu.

 

 

Kita tidak membicarakan soal bahwa pemimpin itu harus keras, harus mampu membawa suatu organisasi dapat melejit.

Namun, apakah jika kita menjadi pemimpin dan harus meninggalkan kepemimpinan kita, apakah ada yang akan meneruskan impian kita? Apakah akan ada yang mengikuti jejak kita untuk menjaga apa yang telah kita bangun?

Terlebih lagi, membicarakan soal impian sama saja membicarakan tentang masa depan. Seperti yang kita ketahui, masa lalu memiliki batas tidak seperti masa depan yang tak terbatas.

Lalu, bagaimana kita menjaga impian kita untuk tetap ada di masa depan yang tak terbatas?

Cara itu ada di tanganmu, bagaimana kamu memperlakukan orang-orang di sekitarmu (termasuk) dirimu sendiri.

0 Komentar

IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia
Gopaylater Ads